Jumat, 20 April 2018

Momentum Bulan Bahasa Giatkan Budaya Literasi Sekolah


*) Dimuat di Majalah Adzkia Indonesia Edisi 100 Oktober 2017

Pemikiran yang baik harus dikomunikasikan dengan efektif ke khalayak luas agar dapat dirasakan manfaatnya oleh orang banyak. Ide, gagasan serta opini yang positif ini bisa dituangkan diantaranya dalam bentuk tulisan yang bisa dibaca oleh publik. Semakin sering ide-ide inspiratif yang dituangkan ke dalam bentuk tulisan akan semakin tajam nilai positif yang dibawanya, apalagi kalau tulisan-tulisan tersebut bisa di publikasikan melalui media yang tepat dengan sasaran yang tepat pula.
Akan sangat disayangkan jika banyak orang-orang baik dengan pemikiran yang positif akan tetapi tidak dapat menuangkan gagasannya karena sebuah sumbat yang terlalu klise untuk dibahas dan hal klise ini bukannya tanpa solusi sebenarnya. Katup yang menyumbat ini kita sebut saja sebagai kurang membudayanya sebuah kebiasaan yakni budaya literasi. Pendefinisian budaya literasi disederhanakan menjadi kemampuan membaca dan menulis masyarakat di suatu Negara.
Budaya membaca dan menulis inilah yang dirasa masih jauh dari kata ideal di masyarakat kita. Dimana kecenderungannya masyarakat lebih menyukai aktifitas menonton atau mendengarkan daripada kegiatan membaca dan menulis. Kondisi yang seperti ini kita tidak dapat menjatuhkan kesalahan seratus persen kepada masyarakat Indonesia secara umum, karena keadaan kurangnya budaya literasi di masyarakat berlangsung sekian lama di masyarakat kita. Yang kalau mau dikaji lebih mendalam banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, diantaranya pengaruh penjajahan yang menduduki Indonesia lebih dari 3,5 abad lamanya, dimana para penjajah tetap menginginkan masyarakat kita jauh dari literasi jauh dari budaya baca dan tulis demi kepentingan mereka di bumi nusantara. Sementara kita baru merdeka selama 72 tahun sebuah perbandingan yang sangat jomplang, 3,5 abad berbanding 72 tahun.
Menumbuhkan budaya literasi di masyarakat yang kurang mengenal budaya ini tentu merupakan tantangan tersendiri, namun bukannya tidak mungkin. Seperti sempat disinggung diatas, permasalahan kurangnya budaya membaca dan menulis ini bukannya tanpa solusi. Apalagi di dunia pendidikan, seharusnya budaya literasi ini menjadi karakter yang menjiwai ruh pendidikan di Indonesia. Demikianlah kondisi ideal yang seharusnya dicapai. Karena  di dunia pendidikanlah awalnya dikenalkan melek literasi, dan di dunia pendidikanlah kemampuan membaca dan menulis terus dibangun serta dibina kepada seluruh komponen di dunia pendidikan. Terutama kepada peserta didik dan guru-gurunya, namun tidak menutup kemungkin an juga menyasar kepada walimuridnya atau karyawannya serta semua orang yang terkait dengan dunia pendidikan.
Berangkat dari hal inilah maka keinginan untuk membangun budaya literasi seharusnya sudah menjelma menjadi langkah nyata dan bukan hanya di dataran yang diwacanakan saja. Menantang memang karena yang harus dibangun dan ditumbuhkan pertama kali adalah kesadaran manusianya akan pentingnya serta manfaatnya dari membaca dan menulis. Baru setelah kesadaran itu tumbuh maka akan lebih mudah untuk membudayakan membaca dan menulis di masyarakat, termasuk di dunia pendidikan.
Meski demikian kesadaran akan pentingnya literasi ini juga bisa diawali dengan memastikan wadah untuk menyalurkan potensi membaca dan menulis ini cukup tersedia. Saluran-saluran inilah yang bisa kita usahakan untuk dijadikan pijakan awal untuk membangun sebuah budaya yang menggambarkan sudah tingginya peradaban manusia yakni budaya membaca dan menulis. Dimana budaya membaca dan menulis bisa disalurkan melalui media yang tepat dan efektif. Pada masa globalisasi sekarang ini tidaklah sulit karena hampir semua media bisa diakses dan dijangkau oleh khalayak luas.
Jadi sebagaimana membaca, menulis juga merupakan sebuah proses, yakni proses merubah sebuah pemikiran yang hanya ada di kepala penulisnya kedalam bentuk tulisan sehingga bisa diketahui khalayak.
Keduanya baik membaca ataupun menulis, keduanya saling terkait, kemampuan menulis seseorang biasanya dipengaruhi dari kebiasaan membaca. Semakin suka seseorang untuk membaca maka akan semakin lancar dalam menuangkan ide atau gagasannya ke dalam sebuah tulisan. Dalam dunia pendidikan membaca dan menulis merupakan kompetensi yang dikembangkan dalam pembelajaran bahasa. Membaca dan menulis merupakan bagian dari kompetensi dasar mata pelajaran bahasa Indonesia selain berbicara dan mendengarkan. Yang sebenarnya keempatnya juga saling mempunyai keterkaitan. Namun karena obyek dari artikel ini adalah pada budaya literasi maka di fokuskan pada membaca dan menulis saja.
Disekolah banyak sekali kegiatan yang ditujukan untuk mengangkat kemampuan membaca dan menulis baik bagi peserta didik maupun bagi guru, baik didalam intrakurikuler maupun ekstra kurikuler. Namun seperti yang dikemukakan dilatar belakang permasalahan bahwa membaca dan menulis ini belum menjadi budaya, belum sampai pada taraf pembiasaan yang mengkarakter di lingkungan sekolah. Maka inilah “pekerjaan rumah” yang harus segera dicarikan pemecahannya, yakni bagaimana membangun budaya literasi di lingkungan sekolah.

Menyadari kondisi akan pentingnya membangun budaya literasi dilingkungan sekolah ini maka perlu dilakukan beberapa hal untuk mencapainya. Sebenarnya banyak yang bisa dilakukan seperti menyelanggarakan madding, lomba literasi antar kelas, pertunjukan rutin kebahasaan, dan lain sebagainya. Kesimpulannya solusi dari permasalahan ini adalah dengan menjadikan membaca dan menulis sebagai sebuah budaya dengan memanfaatkan semua media, sarana dan prasarana dan memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh sekolah. seperti majalah sekolah, web sekolah, majalah dinding, kegiatan pembelajaran yang berbasis literasi, kunjungan perpustakaan, kegiatan bulan bahasa, lomba-lomba kepenulisan, pelatihan kepenulisan, dan lain sebagainya. Memanfaatkan momentum bulan Oktober sebagai bulan Bahasa maka saluran-saluran untuk menampung budaya literasi di sekolah mulai di gelontorkan. Dengan wadah-wadah yang  berkesinambungan inilah diharapkan budaya literasi menjadi karakter kepribadian kita semua. Aamiin. (Imalia Din Indriasih)

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please leave your comment here

Translate