Sabtu, 14 Oktober 2017



Gerakan SERU! (Semua adalah Guru)
“Sebuah Strategi Penguatan Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar”

I.                   PENDAHULUAN
Sejatinya setiap orang adalah guru, yang mengajak dan mengajarkan kebaikan kepada sesamanya. Pada diri setiap orang diilhamkan akal, pikiran dan kecenderungan untuk berbuat baik dan mengajak orang lain untuk berbuat baik. Bukan hanya dengan cara mengajarkannya tetapi juga dengan mencontohkannya. Tiada pembelajaran yang lebih baik dan lebih efektif selain keteladanan. Maka berdasarkan hal tersebut maka setiap orang bisa mengajarkan sesuatu kepada orang lain. Berawal dari konsep inilah, penulis tertarik untuk menyoroti Gerakan SERU! (semua orang adalah guru) yang merupakan implementasi dari strategi penguatan pendidikan karakter (PPK) di sekolah dasar Al Irsyad Al Islamiyyah Purwokerto. Sebelum lebih lanjut dibahas mengenai gerakan ini, mari kita samakan persepsi dulu mengenai pendidikan karakter serta penguatan pendidikan karakter yang merupakan program pemerintah yang wajib kita sukseskan.
Pendidikan karakter pada saat ini sedang gencar-gencarnya dicanangkan oleh pemerintah yang menjadi kurikulum wajib yang masuk kedalam struktur pembelajaran di sekolah-sekolah di Indonesia. Berangkat dari kekhawatiran akan lunturnya nilai-nilai luhur budaya bangsa yang sudah mulai dilupakan oleh generasi penerus yang hidup di masa sekarang ini, maka pemerintah merasa perlu menyisipkan muatan pendidikan karakter bangsa di dunia pendidikan kita. Beberapa karakter budaya bangsa yang dikhawatirkan terkikis oleh jaman jika tidak dikuatkan dalam sistem pendidikan yang terstruksur diantaranya adalah nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab. Pemerintah melalui payung hukumnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. 
Dijabarkan dalam perpres tersebut bahwa Penguatan Pendidikan Karakter yang selanjutnya disingkat PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat.
PPK, menurut Perpres ini, memiliki tujuan: a. membangun dan membekali Peserta Didik sebagai generasi emas Indonesia Tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan di masa depan; b. mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan pendidikan karakter sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan bagi Peserta Didik dengan dukungan pelibatan publik yang dilakukan melalui pendidikan jalur formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan keberagaman budaya Indonesia; dan c. merevitalisasi dan memperkuat potensi dan kompetensi pendidik, tenaga kependidikan, Peserta Didik, masyarakat, dan lingkungan keluarga dalam mengimplementasikan PPK.

II.                PEMBAHASAN
SD Al Irsyad Al Islamiyyah 01 Purwokerto sebagai salah satu satuan pendidikan di Purowkerto yang mempunyai peserta didik berjumlah 915 siswa dan memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) 102 pendidik dan tenaga kependidikan  sangat memperhatikan urgensitas dari penerapan PPK ini disekolah, mencanangkan berbagai program pembiasaan untuk menguatkan karakter peserta didik agar menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan berguna bagi masyarakatnya sejalan dengan visi sekolah yakni menjadi Sekolah Dasar Islam yang unggul yang menghasilkan lulusan berakhlaqul karimah, berprestasi akademis tinggi, cakap, dan berwawasan global. Menjadi tantangan tersendiri bagi SD Al Irsyad Al Islamiyyah 01 untuk dapat mengaplikasikan kebijakan ini seefektif dan sefisien mungkin. Salah satunya adalah dengan memberikan keteladanan yang nyata yang bisa dilihat dan dinilai oleh peserta didik yang mempunyai kemampuan untuk olah hati, olah rasa, olah pikir dan olah raga.  Peserta didik di sekolah dasar sudah memiliki kemampuan mengolah informasi yang mereka lihat kedalam otaknya dan kemudian menyimpulkan untuk menjadi sebuah keputusan.
Dengan diberi tajuk Gerakan SERU! (semua adalah guru), Sekolah Dasar Al Irsyad Al Islamiyyah 01 Purwokerto menerapkan sebuah konsep yakni semua Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat di satuan pendidikan adalah guru. Semua SDM dari berbagai tingkatan dan tugas, mulai dari managemen sekolah, semua guru, baik guru kelas, guru agama, guru olahraga, guru komputer, dll, semua tenaga kependidikan seperti Tata Usaha (TU), perawat sekolah, petugas perpustakaan, Teknisi sekolah, Kasir/Bendahara, Satuan Pegamanan (Satpam), penjaga sekolah, petugas kebersihan, pelayan kantin, bagian ketring semuanya adalah guru. Yang mengajarkan semua peserta didik melalui keteladanan. Semua berhak mengarahkan dan memberi perlakuan terkait pendidikan karakter dibiasakan di sekolah. Semua SDM terlibat, semuanya turut bertanggung jawab dalam porsinya masing-masing. Dan semua SDM yang ada di sekolah berhak mendapatkan penghormatan dan kepatuhan yang sama dari semua peserta didik.
Ditandai dengan panggilan yang sama untuk semua pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di satuan pendidikan Al Irsyad Al Islamiyyah 01 Purwokerto, yakni dipanggil dengan panggilan ustadz bagi  SDM laki-laki dan ustadzah bagi SDM perempuan. Dari kepala sekolah sampai petugas kebersihan. Panggilan ini lazim dikenal sebagai panggilan untuk orang-orang yang mengajak dan mengajarkan kebaikan. Termasuk didalamnya mengajak, mengajarkan, membiasakan, dan meneladankan karakter positif seperti nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab yang kesemuanya sangat diperlukan untuk dibekalkan kepeserta didik agar siap meniti kehidupan.
Seperti disadari bersama bahwa penguatan pendidikan karakter ini akan bernilai nol besar apabila tidak disertai keteladanan yang nyata dari seluruh pihak-pihak yang terlibat dalam pendidikan. Peserta didik akan lebih mudah dikuatkan karakternya apabila dalam memberikan muatan karakter tersebut diberikan pula keteladanan yang nyata, misalkan anak ditanamkan untuk mempunyai karakter disipin, kemudian dibuat program-program kedisiplinan yang diterapkan kepada peserta didik akan tetapi jika dari guru tidak mencontohkan tindakan disiplin yang baik. Maka peserta didik akan bisa mengolah dari apa yang mereka lihat untuk dijadikan kesimpulan bahwa boleh saja melakukan ketidakdisiplinan karena yang menyuruh untuk disiplin juga tidak melakukannya. Maka runtuhlah bangunan yang sudah susah payah dibangun, hanya karena hal yang dianggap remeh akan tetapi sebenarnya sangat menentukan keberhasilan program ini.
Memperhatikan akan pentingnya keteladanan dalam menyukseskan keberhasilan program PPK ini maka dalam membuat program-program yang diterapkan ke peserta didik memastikan unsur pemberian contoh dari para guru masuk kedalamnya. Dan dibuatlah Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai acuan teknis pelaksanaan program beserta instrument untuk menjadi alat ukur keberhasilan program sekaligus sebagai bahan evaluasi untuk membuat program-program PPK yang lebih efektif dan efisien kedepannya.
Berikut adalah beberapa contoh program PPK yang melibatkan semua SDM di satuan pendidikan tidak hanya pendidik tetapi juga tenaga kependidikan. Pertama yakni program tarhib dan taudi, yaitu penyambutan kedatangan peserta didik kesekolah dan melepas kepulangan peserta didik pada saat kepulangan. Semua dijadwal sepekan sekali untuk melaksanakan tarhib dan taudi, semua SDM terlibat dari kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, seperti Tata Usaha, perawat sekolah, petugas perpustakaan, teknisi sekolah, sampai satpam dan petugas kebersihan. Program tarhib dan taudi ini bertujuan agar psikologis peserta didik merasa senang karena kedatangannya disambut dan dilepas dengan baik oleh sekolah setiap harinya, dengan salam, sapa dan senyum. Hal ini akan membuat peserta didik siap menerima pembelajaran disekolah. Karakter yang ingin dikuatkan kepada peserta didik adalah karakter komunikatif, peduli sosial, pandai menempatkan diri ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua/muda, memupuk sikap ramah dan sopan terhadap orang lain, sekaligus peduli kepada kondisi dan keadaan orang lain. dan dalam menanamkan nilai-nilai positif tersebut diteladankan langsung oleh semua pihak yang terlibat di sekolah. SERU! Semua orang adalah guru.
Program berikutnya adalah upacara bendera hari senin yang juga melibatkan semua warga sekolah, karakter yang ingin dikuatkan adalah semangat kebangsaan dan cinta tanah air. Para peserta didik diajarkan langsung melalui keteladanan semua warga sekolah ikut upacara. Selanjutnya adalah penguatan nilai-nilai religious yang melibatkan semua SDM di sekolah, dalam pembiasaan sehari-hari seperti adab bertemu dengan orang lain, kemudian adab makan dan minum, pembiasaan wudhu dan sholat, mulai dari sholat dhuha, sholat dhuhur dan sholat ashar berjamaah (khusus level atas) semua SDM dilibatkan. Dengan peserta didik melihat bahwa semua ustadz/ustadzahnya, apapun tugas dan fungsinya semua bersama-sama dengan peserta didik melaksanakan kegiatan bersama. Keteladanan yang diberikan ini akan membuat tujuan dari penanaman karakter akan berhasil. SERU! Semua adalah guru, melalui keteladannya.
Dan program banyak lainnya, semua SDM mempunyai kewajiban yang sama dalam menyukseskan keberhasilannya dengan porsi masing-masing dan bukan hanya tanggung jawab pendidik saja karena semua orang adalah guru karena semua orang adalah pendidik. SERU!

III.             PENUTUP
Mengingat begitu pentingnya unsur keteladanan dalam penanaman karakter pada peserta didik maka diperlukan penyamaan persepsi diantara semua elemen yang terlibat di sekolah. sehingga program yang dijalankan tidak kontraproduktif dan dapat berhasil sesuai dengan output yang diinginkan. Mempertimbangkan hal ini maka SD Al Irsyad Al Islamiyyah 01 Purwokerto memandang perlu untuk mengedapankan aspek keteladanan ini. yakni dengan gerakan SERU! semua orang adalah guru




 Sumber lain

Minggu, 08 Oktober 2017

CATATAN SEMINAR PARENTING SABTU, 27 AGUSTUS 2016


Alhamdulillah pagi ini mendapatkan ilmu lagi yang sangat mahal harganya, ceritanya diminta menjadi MC sekaligus moderator (maruk temen ya?) untuk acara seminar parenting yang diselenggarakan untuk walimurid, sambil mengantarkan seminar, Alhamdulillah jadi juga catatan yang merangkum isi seminar tadi… semoga bermanfaat.
Seminar parenting orientasi orang tua yang mengambil tema “Kiat Orang Tua Membimbing Anak Dalam Beradaptasi Dan Sosialisasi Di Lingkungan Sekitar” di bawakan dengan apik oleh Ibu Dyah Astorini, M.Psi bertempat di Aula SD Al Irsyad Al Islamiyyah 01 Purwokerto pada hari Sabtu, tanggal 27 Agustus 2016. Dilatar belakangi oleh berbagai hal permasalahan seputar sosialisasi dan adaptasi anak seputar sekolah, baik dengan orang tuanya, teman-temannya maupun gurunya.
Dihadiri oleh lebih dari seratus orang tua yang memenuhi ruangan aula. Dari awal seluruh walimurid sudah sangat antusias, dapat dilihat dari banyaknya hal yang disampaikan dan ditanyakan para orang tua kepada pembicara dari awal acara. Pertanyaan orang tua ada yang terkait dengan tema seminar yakni tentang sosialisali dan adaptasi anak terhadap lingkungannya dan ada juga yang keluar tema, sepertinya memang berangkat dari rumah sudah berbekal pertanyaan untuk dicarikan solusinya. Yang kesemuanya dikupas tuntas oleh nara sumber dengan jawaban yang memuaskan orang tua, bahkan sampai waktunya habis pun para orang tua masih antusias mengulik lagi persoalan seputar parenting ini.
Adapun rangkuman isi seminar parenting orientasi orang tua yang mengambil tema “Kiat Orang Tua Membimbing Anak Dalam Beradaptasi Dan Sosialisasi Di Lingkungan Sekitar” bersama Ibu Dyah Astorini, M.Psi yang dibuka langsung oleh Kepala Sekolah SD Al Irsyad Al Islamiyyah 01 Purwokerto, Usatadz Sudrajat, S.Sos bisa disimak sebagai berikut:
Yang pertama kali harus kita sadari bersama adalah bahwa anak-anak kita bukan orang dewasa dalam bentuk mini, jadi jangan pernah samakan mereka dengan kita, mereka tidak punya cara pikir yang sama dengan orang dewasa, anak-anak memiliki dunia dan pemikirannya sendiri. Berangkat dari kesadaran inilah maka tips parenting ini bisa dikembangkan lebih jauh lagi. berikutnya adalah memahami akan pentingnya sosialisasi bagi anak-anak kita, mengapa sosialisasi itu penting bagi anak-anak kita. Jawaban dari pertanyaan inilah yang akan membuat kita sebagai orang tua, mau tidak mau harus memberikan perhatian lebih untuk mengajari anak-anak kita tentang keterampilan bersosialisasi dengan lingkungannya. Sosialisasi menjadi penting bagi anak karena yang menyumbangkan porsi paling besar dalam kesuksesan seseorang dalam kehidupannya adalah keterampilan sosialisasi dan kemampuan mengelola emosi bukan kemampuan akademisnya.
Dalam kerangka berpikir inilah maka muncul tips-tips terbaik dalam membekali anak-anak kita keterampilan bersosialisasi. Bagaimana sikap terbaik kita sebagai orang tua ketika menghadapi anak-anak dengan berbagai persoalannya. Satu contoh kasus yang dilontarkan oleh salah satu kakak dari siswa mengenai adiknya yang sangat cerewet di rumah akan tetapi ketika sudah diluar rumah menjadi sangat pendiam dan introvert. Mungkin kita pernah menemui kasus yang sama dengan siswa yang lainnya juga. Bisa jadi perbedaan sikap antara ketika di rumah dan di luar rumah ini dikarenakan anak merasa tidak percaya atau merasa tidak aman ketika berada di luar rumah maka yang sebaiknya orang tua atau keluarga lakukan adalah melatih anak untuk berani dan mandiri.
Salah satu cara melatih keberanian dan kemandirian anak adalah sedari kecil biasakan anak untuk membantu pekerjaan rumah, bukan sebaliknya justru malah dilarang. Biasanya sebagian dari kita cenderung untuk melarang ketika si kecil dengan rasa ingin tahu, penasaran, dan ingin mencoba yang tinggi mulai pegang sapu, mendekati wastafel, menata-nata meja makan dan lain sebagainya, karena khawatir justru akan membuat pekerjaan jadi lebih berantakan. Namun akibatnya karena dari kecil sudah sering tidak dibolehkan membantu pekerjaan, maka ketika besar orang tua meminta anak untuk membatu pekerjaan rumah, anakakan cenderung menolak, jadi kuncinya ada di pola pembiasaan.  Nah penolakan anak adalah salah satu implikasinya, akibat lain adalah ketika di rumah rasa ingin tahu, rasa penasaran dan rasa ingin mencoba yang secara naluriah mulai muncul dianak usia tertentu tidak dapat dipenuhi di dalam rumah maka secara otomatis anak akan mencarinya di luar rumah, mencari tahu dari teman-temannya yang juga sama-sama tidak tahu.
Kemudian pola pembiasaan yang harus kita praktikan kepada anak-anak kita untuk mengembangkan ketrerampilan sosialnya adalah respon kita ketika anak kita mengacaukan sesuatu, memecahkan vas misalnya. Kira-kira respon apa yang akan dilakukan oleh orang tua? Apakah A. memarahi anak, B. “Ya sudah deh, lain kali hati-hati ya”, C. Menanyakan Kenapa?, D. Menanyakan apa yang terjadi?. Mari kita bahas satu persatu, memarahi anak jelas tidak ada gunanya, tidak akan mengubah sedikitpun apa yang sudah terjadi, bahkan bisa melukai jiwa anak. Bersikap permisif, ya sudahlah, lain kali hati-hati ya, juga tidak akan membuat anak akan berhati-hati ke depannya. Lantas respon apa yang sebaiknya kita berikan? Yang harus kita lakukan adalah menanyakan kepada anak apa yang terjadi? Tadi ceritanya bagaimana? Jangan tanyakan “Kenapa?” karena kalau kita terbiasa menanyakan anak dengan “Kenapa?” maka akan membuat anak-anak kita mencari-cari alasan untuk pembelaan diri dan pembenaran dirinya, pertanyaan ini membentuk karakter anak yang berapologi.
Berbeda jika kita menanyakan pertanyaan “Apa yang terjadi?” maka anak akan belajar untuk mengambil hikmah, apa yang bisa dipelajari dari kejadian tersebut dan kedepannya apa yang sebaiknya dilakukan. Misalnya, memecahkan vasnya karena sedang memakai baju sambil berjalan. Nasihat “lain kali hati-hati ya” bisa diganti dengan “Berjanjilah pada dirimu sendiri bahwa kedepan tidak diulangi lagi memakai baju sambil berjalan”. Kesadaran dan komitmen anak lah yang sedang dibangun disini. Kesadaran dan komitmen anak bisa dilatih dengan cara sering menanyakan pendapat anak, missal dalam kasus tadi, menurutmu bagaimana memakai baju sambil berjalan? Terus sebaiknya menurutmu kedepan harus bagaimana supaya tidak terulang lagi? biarkan anak melogiskan sendiri nasihat yang akan kita sampaikan.
Jadi kembali lagi ke poin awal, selalulah menggunakan sudut pandang anak dalam menyelesaikan setiap permasalahan anak. Selanjutnya kita sebagai orang tua juga harus menyadari bahwa orang tua menjadi model bagaimana anak-anak kita bersosialisasi, contoh yang diberikan orang tualah yang membentuk keterampilan sosialisasi pada anak. Salah satu kiatnya adalah dengan sering-sering mengajak anak di acara-acara umum, seperti arisan, silaturakhim, family gathering kantor dan lain sebagainya. Jangan pernah khawatirkan anak akan membuat kacau atau melakukan sesuatu yang memalukan orangtua. Kita bisa jelaskan dan brifing terlebih dahulu anak-anak kita tentang acara yang akan dikunjungi, dibuat kesepakatan dengan anak, dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya melogiskan nasihat kita.
Sebenarnya cara kita memperlakukan anak sangat terkait dengan pola asuh, dimana pola asuh secara umum dibagi kedalam tiga, yakni 1) Permisif, yaitu pola asuh yang cenderung membiarkan, membolehkan semuanya, 2) Otoriter, yaitu pola asuh yang semua-semua serba dilarang, banyak aturan tanpa pelogisan, 3) Demokratis, yaitu pola asuh yang melibatkan anak, kita bicarakan terlebih dahulu dengan anak. Dan pola asuh kita sebaiknya menyesuaikan kebutuhan yang dibutuhkan anak pada saat tersebut apa.
Kiat berikutnya untuk melatih keterampilan anak adalah dengan permainan group. Setiap generasi mempunyai ciri khas permainannya sendiri,  generasi kita dulu punya permainan-permainan khusus yang mencirikan zamannya. Namun permainan group ini masih relevan dimainkan dari generasi ke generasi. Dalam permainan grup ini anak bermain peran ada yang berperan sebagai polisi dan ada yang berperan sebagai penjahat. Dalam permainan ini anak dibuat mengerti dan memahai bahwa polisi tidak boleh kalah dari penjahat, di kehidupan nyata kebaikan harus selalu mengalahkan kejahatan, kemudian penjahat harus menerima hukuman kejahatannya, dikehidupan nyata jika ada yang berbuat salah maka aka nada konsekuensinya.
Yang tak kalah pentingnya adalah perhatian orang tua untuk memastikan setiap anak mempunyai kemampuan untuk diterima dengan baik oleh teman-temannya, karena kalau kemampuan ini tidak dimiliki oleh anak maka ia tidak mempunyai teman. Dan supaya dia mempunyai teman maka anak akan “membeli” teman, kalau anak tersebut memiliki materi maka ia akan “membeli” temannya dengan materi, namun jika tidak memiliki materi maka si anak ini akan bersedia melakukan apa saja untuk biasa masuk ke pertemanan agar ia mendapatkan teman. Inilah cikal bakal anak-anak kita bergabung dalam “genk”, dia akan melakukan apa saja yang disyaratkan untuk masuk ke dalam genk tersebut.
Sebagai orang tua siswa baru yang baru masuk SD kita juga harus “tega” dengan anak, untuk hal-hal yang prinsip, seperti ketika anak mogok tidak mau sekolah karena alasan tertentu, maka sikap kita tetap “memaksa” anak kita untuk berangkat sekolah, dan percaya sepenuhnya kepada sekolah ketika mengantar dan meninggalkan anak, sekolah punya cara untuk membentuk sosialisasi siswa. Tentu dengan tetap adanya dukungan dan pendampingan dari oarng tua di luar sekolah, ketika anak kita ada masalah maka kita ajari dia untuk menyelesaikan masalahnya, bukan lari darinya. Misal, anak ada masalah dengan teman, di pukul teman atau di mintai uangnya oleh teman. Maka ajari cara untuk menyelesaikan masalahnya.
Sedikit berkilas balik kebelakang dizaman kita sekolah dulu, kalau ada anak yang mengadu ke orang tua atau guru maka kita akan diolok-olok teman-teman sebagai tukang ngadu akibatnya kita dijauhi teman-teman karenan dianggap pengadu. Namun seiring perubahan zaman budaya itu sudah tidak ada lagi. menceritakan pada guru atau orang tua apabila ada masalah dengan teman bukan hal yang menakutkan lagi untuk anak sekarang, maka buatkah anak-anak kita nyaman untuk menceritakan setiap masalahnya. Untuk contoh kasus permasalahan diatas, anak kita bisa kita ajari cara menjawab temannya yang suka meminta-minta uang anak kita, misalnya begini “kamu tidak aku kasih uangnya tapi yuk kita belajar bersama, kamu aku ajari matematika” misalnya.
Dan untuk anak-anak yang sulit menceritakan masalahnya dengan kata-kata, media tulis bisa dijadikan sarananya. Minta anak untuk menuliskan apa yang ia rasakan. Jadikan kita tempat yang nyaman untuk anak menumpahkan dan menceritakan semua unek-uneknya. Tetap tegas dan konsisten dengan hal-hal prinsipil, karena sekali saja kita bersikap permisif maka kita akan kehilangan kontrol atas anak kita.
Ingat! Memarahi anak tidak akan membuat anak menurut, semakit sering dimarahi justru akan membuat anak semakin kebal dan membangkang. Bahkan kondisi ekstrim bisa menumbuhkan dendam, kondisi psikologis yang ekstrim pernah terjadi seorang anak yang membantai ibu, bapak dan kakaknya, karena seharian dimarah-marahi. Untuk menghindari hal ini terjadi kalau sudah terlanjur terjadi kita menyelesaikan permasalahan dengan marah maka tidak ada salahnya kita minta maaf. Dan lihat betapa ampuhnya kata maaf ini.

Kesimpulannya secara keseluruhan, selalu dampingi anak di setiap masalahnya, pahamkan dan ajari anak berhadapan dengan berbagai jenis orang yang berbeda-beda, tanamkan keterampilan dasar dan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi. (Imalia Din Indriasih)

Translate