Jumat, 29 Agustus 2014

COUNT DOWN TO 15th SEPTEMBER (PART 1)



            Selesai sholat dhuhur, tak sengaja mataku tertumbuk pada sosok di depanku yang sedang melipat mukena. Saat kumelihat tatapan kosongnya, tanpa ragu aku segera menghampirinya. Kusentuh bahunya, “believe me I know how’s your feeling right now… I’ved been there.” Sahabatku itu masih terdiam… speechless tidak tahu harus berkata apa. “At the first my heart refused it… but finally I could compromised with my feeling” kulanjutkan kata-kataku berharap dapat sedikit menenangkannya, atau lebih tepatnya menenangkanku juga.  Yup! Exactly! It’s all about heart and feeling… we can't deny it! Ketika sudah menyangkut persoalan hati dan perasaan memang masalah yang paling rumit sedunia.
            Kami masih bercakap-cakap berdua di serambi mushola… “I’m so surprised, it’s so suddenly… I should through this for twice” akhirnya ada juga yang bisa terungkap dari mulutnya, setelah sepanjang hari kulihat dia termenung. Yang sebenarnya aku seperti melihat cermin itulah aku beberapa hari yang lalu. When all of my friends said “Something different with you, with your sight” kupererat rengkuhannku dibahunya. “Isbirr ya ukhti… a’dhomallohu ajroq…”
            Berjalan dari keluar mushola pikirku kembali pada ingatan yang lalu. Aku sudah terlanjur jatuh cinta, teramat sangat cinta, begitu mendalam, bukan buatan. Ikatan itu bukan hanya di status belaka tetapi sudah mengalir di darahku seakan sudah menjadi satu dengan diriku. Mereka adalah aku. Aku dan hari-hariku. Mereka adalah hari-hariku. Yang senantiasa dilewati dalam kebersamaan selama bertahun-tahun masa kebersamaan. Memisahkanku dari mereka sama saja memisahkan jiwa dari ragaku. Ada yang terenggut dari diriku saat harus berpisah dari yang kucintai.
           
Cinta adalah masalah kenyamanan, aku merasa aman dan nyaman disini. Aku merasa dicintai dan disayangi sehingga aku pun bisa memberi lebih lagi cinta dan sayangku. Namun seperti yang kukatakan pada sahabatku tadi finnaly I could and should compromised with my feeling. Pada akhirnya aku harus menjadi pribadi yang lebih bijaksana bahwa apa yang kusukai dan apa yang tidak kusukai tidak berkaitan dengan apa yang baik dan apa yang tidak baik buatku. Sebab bisa jadi aku menyukai sesuatu tetapi ia tidak baik bagiku, dan bisa jadi aku tidak menyukai sesuatu padahal sesuatu itu baik buatku.
Jadi ku mencoba ikhlas untuk melepaskan apa-apa yang kucintai… semua yang kusayangi. Mencoba mencari semua hal yang positif dari harus terpisahnya aku dan yang kucintai. Mencoba memahami bahwa semua ini sudah tertulis di lauhul mahfudz jauh sebelum adaku, bahwa aku hanya harus menjalani hidupku sebaik-baiknya. Mengerti bahwa terpisahnya aku dan cintaku bukan atas kesalahanku, bukan dari apa yang kuperbuat, meskipun juga  aku dan cintaku bukan dipisahkan oleh orang lain, sama sekali tidak ada orang lain yang memisahkan aku dan cintaku, tidak ada orang lain atau siapapun yang mendzholimiku. Ini hanya masalah keadaan. Pada akhirnya aku berujung pada kesimpulan bahwa ini sudah “taqdir” (lagi).
Aku meyakini bahwa terpisahnya aku dan cintaku akan membawaku pada cinta yang baru, yang lebih menantang. Yang suatu saat nanti jika aku berhasil menaklukkannya aku akan mendapatkan cinta yang lebih manis. Aku tak bisa mengutamakan keinginanku diatas nuraniku… pada akhirnya nuranikulah yang berbicara. Bahwa aku memang harus melepaskan yang kucintai dan melepasnya untuk orang yang memang membutuhkannya. Dan berusaha mencintai keluarga baruku yang memang lebih membutuhkanku. Pada akhirnya diposisikan menjadi “pahlawan” inilah yang sedikit meringankan bebanku. Bahwa aku melepaskan yang kucintai untuk orang yang lebih membutuhkan dan aku rela menjadi bagian dari cinta yang lain karena keberadaanku dibutuhkan. Sisanya kuserahkan padamu Ya Rabb,,, sami’na wa atho’na.  Aku setia pada perintah yang diberikan padaku….

Dan disinilah aku di sudut duniaku… memandang hari-hari terakhir kebersamaanku. Menuliskan kenangan yang suatu hari nanti ini hanya akan jadi bagian dari masa lalu. Menunggu datangnya hari perpisahan itu, 15 September 2014, yang mauku hari itu tak kan pernah datang. Tapi waktu sangatlah jujur dan disiplin… berpantang mundur dan terus melaju… karena pada hakikatnya apapun yang kita lakukan di dunia SAAT INI adalah untuk menunggu SAAT ITU!

#Catatan Al Mursalat
#Purwokerto, Jumat 29 Agustus 2014
#Duh saking Ill fill nya dengan masalah yang ini sampai lupa kalau hari ini hari lahirmu, baru inget setelah kutuliskan tanggalnya,,, maaf ya sayang,,, HAPPY BIRTHDAY WISH YOU ALL THE BEST.

Translate