Senin, 20 Mei 2013

Tell me, What’s Wrong With This Picture?!



(sebuah cerpen)
 karya Imalia Din Indriasih
 
            Menjelang matahari kembali pulang ke peraduan, sinarnya  melembut dan temaram. Hangatnya yang tak lagi menyengat dan semburatnya menghias cakrawala barat dengan saga. Momentum yang tidak akan pernah diprotes oleh manusia manapun di dunia, yang biasanya selalu mengeluhkan panasnya mentari. Mungkin jaman sekarang, mengeluhkan panasnya cuaca di tengah hari sudah menjadi kebiasaan baru manusia, hatta itu hanya di status media sosialnya. Tak pernah ditemui ada yang mengumpat tentang senja. Yang ada menggores sajak dan kisah dari sang senja. Senja  akan selalu dirindukan seluruh umat manusia di dunia yang membutuhkan rebah untuk sebongkah raga dan istirah untuk sepenggal jiwa.
Disuatu masa di suatu waktu menjelang senja, dua pasang kaki menapaki jalan inspirasi untuk berburu senja. Kumandang Ashar yang baru saja menghilang menjadi pertanda perburuan segera dimulai. Dua pasang mata pemburu menyusur sudut, adakah obyek buruan yang indah dan pantas ditangkap dan diabadikan dalam gambar. Menelisik segala pandang, sepasang pemburu ini menggenggam mantap senjata di tangan. Memantapkan target tujuan, senjatapun didekatkan di pandangan dan “shot!” klik tombol kamera menangkap buruan.
Kaki-kaki para pemburu menapak pematang sawah yang padinya masih hijau menghampar, setelah jepretan kamera mencoba menangkap beberapa sudut gambar. Sepasang pemburu mengambil jeda.
“Kita istirahat dulu di pondok itu” kata si lelaki menunjuk sebuah pondok kecil di tengah sawah.
Sang wanita, menurut saja mengikuti langkah kaki di depannya. Duduk bersebelahan, membicarakan hasil jepretan kamera sore ini.
Seraya duduk dibukanya view gambar pada kamera manual yang dipegangnya sang wanita memulai bicara “Panning*)ku kurang sempurna” seraya menyodorkan kamera pada sang lelaki.
“Coba lihat” diterimanya kamera dari si wanita.
“Setelan diafragmanya dan kecepatannya sudah pas kok, mungkin pergerakan kamera dengan obyeknya yang tidak pas, nanti di coba lagi, pulangnya kita lewat jalan raya”.  
Framing**) kamu keren, pohon berbentuk Y itu sempurna membingkai obyek” sang wanita tersenyum, melihat hasil jepretan si lelaki.
“Ya, sangat sempurna, karena obyeknya adalah dirimu”  kedipnya menggoda si wanita. Disambut  rona sipu  si wanita. Kemudian, dilihat-lihat lagi gambar lainnya hasil buruan mereka, dan akhirnya terhenti pada sebuah gambar.
“Ada yang salah dengan gambar ini?” gumam  si wanita melanjut bincang.
Dilongoknya gambar yang dimaksud oleh wanitanya. “Itu landscape***), aku mengambilnya saat kita lewat masjid kampus bada Ashar tadi, apanya yang salah?”
“Aku tidak tahu apa, tapi ada sesuatunya yang salah, coba deh kamu lihat lagi."
“Gambar masjid utuh sebagai latar belakang, komposisi langit sepertiganya, aktifitas orang yang lewat di depannya terlihat natural, apanya yang salah?” jelas si lelaki sambil mengejar tanya.
“Entahlah. Kau yang mengambil gambarnya, kau bantu aku tuk menjelaskan dimana letak salahnya. Sebenarnya pesan apa yang ingin kau sampaikan kepada penikmat gambar saat kau menyajikan gambar ini?”
Angin menghembus meniup rambut si lelaki yang mulai memanjang. Sedetik kemudian titik-titik halus turun bersusulan jatuh dari langit yang sebenarnya tidak bisa dikatakan gelap. Kemudian datanglah pelangi. Seandainya saja ada satu lagi kamera lain yang menangkap pemandangan sempurna ini dari arah tenggara yang menangkap gambar ini. Meskipun demikian setidaknya gambar itu sudah terekam baik oleh sepasang manusia itu, terekam dengan kamera hati tersimpan abadi dalam ingatan keduanya. Yang tengah dimabuk asmara, yang tengah memadu cinta. Lihatlah! sebuah sudut gambar yang sempurna, sepasang anak manusia yang tengah duduk berdua di pondok kecil ditengah hamparan padi yang warna hijaunya merata, dengan latar belakang Gunung Slamet yang kokoh dan jelas menjulang dibelakangnya, dilengkapi pelangi yang melengkung di atasnya. Gambar yang sempurna!
Mata lelaki itu menatap lembut wanitanya, yang tengah kebingungan. “Kucoba menguraikannya untukmu, tetapi sebelumnya beri aku petunjuk bagian mana yang tidak kau mengerti sehingga kau merasa ada yang salah dengan gambar itu?”
Tak urung, sesudut senyum tersungging juga di bibir si wanita menerima tatap teduh dari pujaan hatinya “Mungkin bagian ini” jari telunjuknya menunjuk ke satu titik gambar.
Dengan sabar si lelaki menanti penjelasan.
Jari sang wanita menunjuk pada sebuah gambar, terlihat di halaman masjid ada sekeluarga yang baru turun dari sebuah mobil, dari jauh model dan logonya seperti family car  dari Toyota mungkin Avanza atau Innova. Kemungkinan keluarga ini berasal dari luar kota dan yang kebetulan melewati kota ini saat Ashar tiba, mampir ke masjid untuk menunaikan sholat Ashar,  platnya B, jelas bukan dari kota ini.  Keluarga yang lengkap, sebuah keluarga muslim yang lengkap, ada Ayah, Ibu, dan kedua anaknya, seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki.
Sebuah gambaran keluarga yang siapapun yang melihatnya akan melihat sebagai potret sebuah keluarga yang ideal dan berbahagia. Si suami terlihat mapan, sukses dan menjabat, dengan penampilannya yang santun dan sholeh. Sang Istri yang berjilbab rapi, sangat cantik, anggun dan berkelas terlihat seperti berasal dari latar belakang keluarga yang terpandang dengan sangat keibuan menggandeng kedua anaknya yang masih kecil-kecil. Mendampingi suami tercinta, menjajari langkahnya. Melihat sang istri, sungguh sangat sempurna, mencoba membandingkan denganku, tentu saja bukan bandingannya, aku kalah telak, kalah cantik, kalah anggun, kalah berkelas, kalah pengaruh, kalah dewasa, kalah keibuan kalah segalanya. Sungguh bodoh lintasan pikiranku  yang mencoba membandingkanku dengan sang istri.
Lelaki bermata teduh masih sabar menunggu penjelasan wanita dihadapannya yang masih mengalur  pada  jalinan angannya sendiri, tak sepatahpun kata keluar dari mulut lelaki itu tuk mendesak jawab, meski rasa penasaran mengusai pikirnya. 
Sementara sang wanita masih mengembara di angannya menyaksi gambar di layar kamera yang dipegangnya. Ada yang salah! ya, aku tahu ada yang salah pikirnya, tapi apa?. Kembali matanya menyelusur gambar-gambar yang dijepret kekasihnya, dan hatinya mulai menganalisa. Ya, itu dia!
Dari gambar-gambar tersebut sang suami terlihat tidak berbahagia, tak satu pun dari beberapa gambar yang dijepret oleh  kekasihnya si lelaki bermata teduh, yang menunjukkan ekspresi muka sang suami pada gambar terlihat berbahagia bersama dengan istrinya. Dari beberapa hasil jepretan yang tengah dilihatnya, mata sang suami selalu tertuju pada sebuah benda kecil yang tergenggam di tangannya, telepon genggam! Ya itu sebuah telepon genggam. Seakan jiwanya tidak berada di tempat yang sama dengan tubuhnya. Melainkan melayang jauh di suatu tempat yang tak diketahui rimbanya. Kini aku tahu apa yang salah!
“Salah teknik kayaknya sayang” tutur si wanita.
Kening si lelaki berkerut “Maksudmu?”.
“Kekuatan hasil jepretan fotografi yang menggunakan teknik landscape. Seharusnya bercerita tentang komposisi yang proporsional akan obyek yang ingin disajikan. Panorama masjid sore hari misalnya. Kalaupun ada makhluk hidup di dalamnya itu hanya melengkapi suasana panorama masjid yang ingin disuguhkan” berhenti sejenak, disusul sebuah senyum lembut, dipegangnya tangan lelaki kekasihnya.
“Kebetulan kau menangkap gagasan lain dari fotografi, kita mengenalnya sebagai gambar ekspresif,  fotografi yang menangkap perasaan manusia sebagai obyeknya. Bisa jadi sudut pengambilan gambarmu juga yang menyebabkan gambarmu tertangkap berbeda, seperti bukan landscape” berhenti sejenak, melihat ekspresi lelakinya yang sangat sabar dan kemudian melanjutkan kembali penjelasan.
“Fokus dari gambarmu adalah keluarga ini yang ada tepat ditengah pintu masjid, bukan masjidnya, bahkan komposisi langit dan obyek, sedikit kurang pas”
Di acaknya kepala sang wanita, lelaki bermata teduh itu sangat mengenal wanita pendamping hidupnya itu “Tapi bukan  teknikku yang salah kan yang mengganggu pikiranmu?”
Ada yang menggenang disudut mata sang wanita “Ya kau benar bukan itu yang mengganggu pikiranku….” Menghela nafas sejenak  “Karena aku mengenal keluarga ini tapi aku tidak mengerti kenapa harus ada yang terlihat tidak berbahagia padahal apa yang dimiliki mereka jauh diatas yang dimiliki rata-rata orang sedunia, jauh diatas yang dimiliki oleh kita. Ada yang salah dengan gambarnya, atau aku yang salah menerjemahkan gambarnya”
            Warna saga di cakrawala berubah menghitam, titik-titik air langit berubah menderas, sang matahari tepat berada di ufuk barat di titik peraduannya. Sayup di kejauhan terdengar kumandang Adzan Maghrib memanggil para sahaya untuk menghadap sang Tuan. Di tengah derasnya hujan dan mulai menggelapnya alam, sosok lelaki bermata teduh perlahan memudar dan lama-kelamaan menghilang lenyap tak berbekas bahkan satu noktah pun tak tersisa. Meninggalkan sang wanita dalam kebingungan, ternyata teman bicaranya sedari tadi hanyalah teman hayalannya saja,  sosoknya tidak nyata, namun hadir begitu nyata dihadapannya lengkap dengan kepribadian, peran, dan dunia yang mengkonstruknya.
Belum hilang kebingungannya, sang wanita semakin tak mengerti tatkala dilihatnya tangannya mulai transparan dan menjalar ke bagian tubuhnya yang lain. Semakin tipis dan makin menipis hingga hanya menjadi titik-titik. Dia mengalami hal yang sama dengan kekasihnya tadi, dirinya dalam proses menghilang.  Di ujung sadarnya sang wanita menyadari bahwa dirinya pun hanya sebuah hayalan, bagian dari imaginasi sebuah pikiran, dirinya lahir sebagai karakter dalam kisah yang dituliskan oleh penulis begitu nyata lengkap dengan sifat dan dunia yang ditinggalinya. Dirinya lahir dari kata-kata yang dirangkai menjadi kalimat, kemudian disusun menjadi sebuah cerita.
Dan di detik terakhir sebelum wanita itu menghilang, sesimpul senyum termanis tersungging sangat jelas seraya memandangmu yang mulai mengerti. Ya, kamu yang sedang membaca cerpen ini, kamu masih bisa melihat senyum sang wanita dengan jelas. Bahkan saat tatap matanya menatapmu dan kemudian lenyap menghilang. Selamat datang di dunia imaginasi kawan, dimana ketidakmungkinan adalah bukan apa-apa!.
            Sekarang jawablah apa yang salah dari gambar ini?!

*)Panning : teknik fotografi untuk memotret obyek yang bergerak, mobil lewat misalnya, hasilnya obyeknya terlihat jelas tetapi backgroundnya blur, caranya dengan menyetel diafragma besar dan kecepatan rendah pada kamera manual kemudian pengambilan gambarnya dengan menggerakkan kamera mengikuti benda yang bergerak.
**)Framing : framing pada fotografi berbeda dengan framing pada teori media massa. Framing adalah teknik fotografi dengan membingkai obyek menggunakan obyek lainnya.
***)Landscape : Teknik fotografi yang memotret banyak obyek dengan komposisi tertentu, salah satu obyeknya menjadi obyek utama.


Notes: Ingat tidak waktu kita sering hunting foto di sore hari, untuk tugas kuliah fotografi kita? Di sawah itu, di pondok itu saat berteduh dari gerimis hujan? Tentang aku yang jadi obyek framingmu? Tentang masjid Fatimatuzahro yang kau potret di langit senja dengan teknik landscape? Masih ingatkah foto pertama hasil jepretan kita yang kita eksekusi di ruang gelap laboratorium fotografi? Dosen pembimbing sampai tersenyum melihat obyeknya? Album hasil karya fotografi kita masih tersimpan rapi di kumpulan album kenangan kita. Dan kenangan kita akan selalu tersimpan rapi di album hati kita.

Cerpen lainnya:
Say it please...
Miskomunikasi
Hanya Berharap Pada Doa 

Translate