Selasa, 14 Mei 2013

It is not about the cup but the tea



            Idiom lagi, suka banget sih pake idiom? Sedang mengeksplor sesuatu yang bisa mempunyai banyak makna. Termasuk idiom ini, ada makna harfiah, makna kontekstual, makna idiomatisnya maupun makna-makna lain yang bisa saja terlekatkan padanya karena sebuah konteks yang bisa dipahami dengan alur logika.  Terus apa yang mau dibahas nih? Idiomnya atau idiom yang dijadikan judul tulisan kali ini? Haha, tidak penting, karena ide menulis bukan tentang alasan yang logis semata, tetapi juga tentang insting. Jadi biarlah jemari menari diatas tuts dan menuntun ke sebuah muara tujuan tentang apa yang dimaksudkan oleh hati yang hanya bisa dimengerti oleh hati juga. Nah loh ribet amat bahasanya.
            Yes it is not about the cup but the tea, bukan tentang wadahnya, kemasannya tetapi lebih ke rasa isinya, TEH! Siapa sih yang tidak suka teh, hampir semua orang mengenal dan pernah mengkonsumsi jenis minuman ini. Loh kok malah jadi membahas soal teh? Hampir diseluruh negara di penjuru dunia memiliki teh sebagai salah satu minuman, bahkan banyak yang menjadi budaya dan kebiasaan masyarakatnya. Di Indonesia misalnya, hampir disemua rumah menyediakan minuman ini baik untuk disuguhkan kepada tamu atau untuk konsumsi keluarga sehari-hari. Atau mau lebih khusus lagi, di daerah Tegal, Jawa Tengah (duh mulai deh bawa-bawa primoldialisme), kebiasaan nge-teh sangat kental, terkenal dengan istilah moci-nya (teh dalam poci, red). Apalagi kota ini juga terkenal sebagai kota penghasil teh.
            Kembali lagi ke idiom yang dijadikan judul, ya sekali lagi ini bukan tentang wadahnya ataupun kemasannya tetapi tentang “taste” rasa isinya. Begitulah yang dapat ditarik kesimpulan dari sebuah tulisan. Tulisan apapun, baik itu sedang menulis tentang tempat sampah, senja, cumi-cumi, mentimun, bunga, anak-anak, bahkan tulisan serius seperti, kurikulum, pendidikan, politik, nasihat, sejarah didalamnya ada kesamaan “ruh” yang merupakan entitas penulisnya. Ada sebuah kesamaan benang merah yang kalau diperhatikan, mau membahas tentang apapun jika penulisnya sama kita akan segera mengenalinya.
            Biasanya tulisan dan isinya sangat terkait erat dengan suasana kebatinan sang penulis. Sedang membayangkan apa yang tengah dialami oleh penulis-penulis besar seperti Bung Hatta, tatkala melahirkan tulisan-tulisannya. William shakespiere, kisah yang ditulisnya sangat melegenda. J.K. Rowling, Aoyama Ghoso, Aghata Cristy, Sidney Sheldon (ketahuan deh selera bacaannya), malah pernah terlintas juga ilmuwan-ilmuwan yang dianggap “freak” seperti Einstein tatkala menuliskan teori-teori “gilanya”. Pasti ada sesuatu yang dialami di hati dan pikirnya sehingga lahirlah karya yang fenomenal.
            Membaca tulisan-tulisan orang, dan berpikir ni orang lagi minum teh rasa apa ya di cangkirnya? Kok gag bagi-bagi tehnya, loh kok?!

Kuis iseng-iseng ga berhadiah: kalau begitu idiom just my cup of tea artinya…? ^_^’ yak… seratus buat kamu ^_^’

Cumi-cumi Vs Mentimun



            Cumi-cumi adalah hewan tak tulang belakang yang sangat lunak dan empuk, yang sama sekali tidak mempunyai tulang dalam tubuhnya meskipun disebut ikan. Mereka mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk bergerak lihai karena adanya system yang sanat menarik. Tubuh lunaknya diselimuti oleh lapisan pelindung tebal yang dibawahnya air dalam jumlah besar disedot dan disemburkan oleh otot-otot yang kuat, sehingga memungkinkannya bergerak mundur. Hewan yang berhabitat di air selama musim dingin dan mencari air dangkal sekitar bulan Mei untuk menetaskan telurnya ini ternyata  tergolong hewan carnivora yang berkembangbiak secara sexual. Cumi-cumi sangat enak dimakan, dan diolah kedalam berbagai macam ragam masakan. Kandungan kolesterolnya tergolong tinggi.
            Mentimun adalah buah yang sudah sangat akrab di telinga kita. Baik sebagai lalapan, ampuran pecel atau dijadikan minuman segar. Khasiat mentimun ternyata sangat banyak. Mentimun memiliki nama ilmiah Cucumis Sativus, mengandung 0,65 persen protein, 0,1 persen lemak dan 2,2 persen karbohidrat. Buah tanaman merambat ini juga mengandung kalsium zat besi, magnesium, fosforus, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2 dan Vitamin C. Biji timun sendiri mengandung racun alkaloid jenis hipoxanti yang berfunsi untuk mengobati cacingan. Khasiat mentimun bisa diperoleh dengan dua cara, yaitu dengan pemakaian luar seperti masker dan sebagainya dan dengan dikonsumsi langsung.
Memperbandingkan cumi-cumi dan mentimun sebagai suatu hal yang berlawanan bukan hal yang biasa. Karena sulit ditemukan hubungan antara keduanya. Cumi-cumi dan mentimun berasal dari jenis yang berbeda, yang satu hewan yang satunya sayuran. Hubungan keduanya tidak ada di rantai makanan, bukan predator dan makanannya. Keduanya, bukan musuh dialam, tidak hidup di lingkungan yang sama. Satu-satunya yang bisa mempertemukan mereka berdua adalah apabila keduanya ditemukan diatas piring makanan dan disajikan di meja makan.  Ya, keduanya sama-sama bisa dimakan.
            Ada satu lagi yang bisa menjelaskan hubungan keduanya. Dalam logika bahasa versus berarti dua hal yang dipertentangkan. Berarti yang satu berkebalikan dari yang lainnya. Kalau dalam konteks makanan bisa jadi hal yang dipertentangkan tersebut adalah antara makanan rujukan versus makanan pantangan. Atau makanan kesukaan versus makanan yang tidak disuka. Dan berbicara mengenai suka atau tidak suka terhadap sesuatu, terhadap makanan misalnya,  itu sangat relatif dan pribadi sifat alasannya, berkaitan dengan selera individu.
            Tidak memerlukan puluhan tahun, dalam sehari saja kau bisa mengetahui dan memahami apa makanan kesukaanku dan yang tidak kusukai. (Demikian juga sebaliknya, tapi karena ini cerita tentangmu, ya biarlah kuceritakan saja tentangmu). Sehingga di setiap kebersamaan kita di saat makan, tanpa perlu ada kata-kata, kau akan otomatis mengambil mentimun dari piringku ke piringmu, rujak dan makanan apapun yang kau pesankan untukku selalu tanpa mentimun, yang itu otomatis tanpa komunikasi lagi. Sama halnya dengan makanan kesukaanku.
            Suka dan tidak suka memang terlihat seperti persoalan kecil biasa saja. Keduanya hanya persoalan selera pribadi. Tidak menyentuh wilayah hukum sebagaimana boleh dan tidak boleh atau halal dan haram. Tetapi kau sangat memperhatikan detil kecil ini, karena biasanya persoalan rumah tangga yang besar diawali dari meremehkan hal-hal yang kecil. Selama hampir satu dasawarsa ini kita saling mengenal, mengerti kemudian memahami, segala kelebihan dan kekurangan kita, kesukaan dan ketidaksukaan kita, yang menyenangkan dan yang membuat marah, yang menentramkan dan yang mengganggu dan sebagainya.
            Dan akupun akan berusaha melakukan yang kau sukai saja, yang menyenangkanmu saja, yang membuatmu ridho, dan menjauhi yang sebaliknya. Semoga kita bisa melanjutkan titian yag selanjutnya dalam menggapai ridho-Nya.

Translate